Selasa, 26 Oktober 2010

Gunung Merapi Meletus

GUNUNG MERAPI MEMASUKI FASE ERUPSI
Yogyakarta, 26/10/2010 (Kominfo-Newsroom) Kepala Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi Badan Geologi Surono, di Yogyakarta, Selasa (26/10) malam, mengatakan Gunung Merapi (2.965 mdpl) sudah masuk fase erupsi.
Gunung Merapi di perbatasan wilayah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) dan Jawa Tengah (Jateng) pada Selasa memasuki fase erupsi dengan terjadinya awan panas berulang kali. Luncuran awan panas pertama terjadi sekitar pukul 17.02 WIB, kedua pada pukul 17.19, ketiga pukul 17.24 WIB, dan keempat pukul 17.34 WIB.
Jarak luncur awan panas belum bisa diketahui, karena saat itu petugas di sejumlah Pos Pengamatan Gunung Merapi (PGM) kesulitan untuk melihat secara visual karena gunung berapi ini tertutup kabut. "Sejak pukul 17.02 hingga pukul 17.34 WIB terjadi empat kali awan panas, dan sampai sekarang awan panas terus terjadi susul menyusul," kata Surono.
Menurut dia, terjadinya awan panas tersebut menjadi penanda Gunung Merapi erupsi. Awan panas pertama pada pukul 17.02 WIB mengarah ke barat, namun awan panas berikutnya tidak dapat terpantau dengan baik, karena cuaca di kawasan gunung ini berkabut, hari mulai gelap, dan hujan.
Sirine bahaya di Kaliurang Sleman berbunyi pada pukul 17.57 WIB, dan pada pukul 18.05 WIB Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kegunungapian (BPPTK) Yogyakarta menarik semua petugas dari pos PGM. "Pada 2006 awan panas terjadi selama tujuh menit, namun pada tahun ini awan panas sudah terjadi lebih dari 20 menit," katanya.
Lamanya awan panas itu, kata dia menunjukkan energi yang cukup besar. Pada pukul 18.00 WIB terdengar letusan tiga kali yang terdengar dari Pos PGM di Jrakah dan Pos PGM di Selo, Kabupaten Boyolali, disusul dengan asap membumbung setinggi 1,5 kilometer mengarah ke selatan. "Tipe letusan Merapi kali ini sudah dipastikan eksplosif," kata Surono.
Sementara itu, sebanyak 15 korban luka bakar akibat terkena awan panas Gunung Merapi, Selasa malam dievakuasi tim penolong, dan langsung dibawa ke beberapa rumah sakit, di antaranya Panti Nugroho Pakem, dan Sardjito Yogyakarta. Semua korban mengalami luka bakar yang cukup parah. Hampir sekujur tubuhnya melepuh karena terkena awan panas.
Sebagian wilayah Desa Kinarejo nyaris luluh lantak diterjang awan panas Merapi. "Belum bisa dipastikan apakah seluruh warga desa itu sudah mengungsi, atau masih ada yang bertahan di rumah masing-masing," kata seorang relawan di Posko Utama Penanggulangan Bencana Gunung Merapi di Pakem, Sleman.
Tim SAR, tim Tanggap Siaga Bencana (Tagana), dan sejumlah personel TNI, sempat naik ke atas yaitu ke kawasan rawan bencana (KRB) III Merapi untuk melakukan evakuasi warga yang masih bertahan atau belum mengungsi.
Evakuasi terus dilakukan
Evakuasi warga terus dilakukan di sejumlah desa kawasan rawan bencana (KRB) III di wilayah Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, karena ada warga yang enggan mengungsi, padahal sudah terjadi awan panas dari Gunung Merapi, Selasa malam.
Tim gabungan dari SAR, Tanggap Siaga Bencana (Tagana), Tentara Nasional Indonesia (TNI), dan Palang Merah Indonesia (PMI) terus menyisir sejumlah desa di Kecamatan Cangkringan, Pakem, dan Kecamatan Turi, Sleman, karena diduga masih ada sejumlah warga yang belum mengungsi, dengan berbagai alasan.
Seperti di Desa Glagaharjo, Kepuharjo, dan Umbulharjo, Kecamatan Cangkringan, Desa Hargobinangun dan Pakembinangun Kecamatan Pakem, serta beberapa desa di Kecamatan Turi, terus disisir petugas dari tim gabungan, termasuk untuk mengevakuasi kemungkinan ada korban awan panas Merapi.
Jumlah korban awan panas hingga Selasa pukul 20.00 WIB tercatat 15 orang, sebagian besar warga beberapa desa di Kecamatan Cangkringan, kawasan selatan kaki gunung ini.
Awan panas dari puncak Gunung Merapi yang terjadi pada Selasa petang, arah luncurannya ke selatan dan barat daya.
Evakuasi korban awan panas Gunung Merapi, Selasa malam terkendala hujan abu vulkanik yang pekat dan panas, yang masih menyelimuti KRB III . "Kawasan rawan bencana (KRB) III meliputi wilayah Kecamatan Cangkringan, Pakem dan Turi Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta," kata petugas tim penolong dari Korem 072/Pamungkas Letkol Beni Nugroho, di Posko Utama Penanggulangan Bencana Gunung Merapi di Pakem, Sleman.
Ia mengatakan evakuasi yang dilakukan tim penolong baru bisa mencapai kawasan pintu gerbang objek wisata Kaliurang, atau 10 kilometer dari puncak gunung ini, sehingga KRB III belum dapat ditembus petugas dari tim penolong. "Saat ini kami sedang mengupayakan lampu penerangan maupun lampu sorot, karena listrik PLN di kawasan setempat padam, sehingga gelap gulita," katanya.
Menurut dia, kemungkinan evakuasi terhadap korban lainnya yang ada di KRB III akan dilakukan jika hujan abu vulkanik mereda.
Sejumlah ambulans hilir mudik membawa korban awan panas ke Rumah Sakit Panti Nugroho, Pakem, dan korban yang luka parah dirujuk ke RS dr Sardjito Yogyakarta.
Sementara itu, sebagian besar pengungsi di barak pengungsian Umbulharjo, Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, memakai masker untuk melindungi hidung dan mulut dari abu material vulkanik.
Selain itu, petugas kesehatan, tim SAR, tim evakuasi, dan relawan yang membantu para pengungsi juga memakai masker untuk melindungi hidung dan mulut. "Masker tersebut dibagikan secara gratis, baik kepada para pengungsi maupun petugas," kata Kepala Desa Umbulharjo Bejo Mulyo.
Para pengungsi dan petugas memakai masker karena abu material vulkanik cukup banyak di udara. Pakaian yang melekat di tubuh dan kepala mereka tampak dipenuhi abu. "Oleh karena itu, kalangan pengungsi memakai masker agar abu vulkanik tidak masuk ke dalam hidung dan mulut. Jika sampai masuk hidung dan mulut tentunya dapat mengganggu pernapasan," katanya.
Kondisi yang sama juga tampak di barak pengungsian Hargobinangun, Kecamatan Pakem, Selam. Sebagian besar pengungsi dan petugas juga memakai masker pelindung hidung dan mulut.
Belum ganggu penerbangan
Abu vulkanik Gunung Merapi yang terbawa angin ke berbagai arah, dilaporkan belum mengganggu penerbangan pesawat terbang yang melintas di wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta, Selasa malam. "Sampai saat ini penerbangan masih normal, tetapi pesawat dari timur harus terbang di ketinggian minimal 11.000 kaki, sebelum mendarat di Bandara Adisutjipto," kata Manajer Operasional PT Angkasa Pura I Bandara Internasional Adisutjipto Halendra YW di Yogyakarta.
Hal itu, menurut dia untuk menghindari kemungkinan masuknya abu vulkanik Merapi ke mesin pesawat yang dapat membahayakan penerbangan. Ia mengatakan ketinggian abu vulkanik gunung berapi ini diperkirakan mencapai 10.000 kaki, sehingga harus ada interval ketinggian minimal 1.000 kaki, agar abu tidak masuk ke mesin pesawat terbang.
"Pada malam ini masih ada delapan penerbangan di Bandara Adisutjipto, dan penerbangan terakhir menuju ke timur yaitu Bali. Berdasarkan informasi, arah angin saat ini menuju barat daya," katanya.
Diperoleh keterangan, khusus pesawat Garuda yang biasanya terbang di atas kawasan Gunung Merapi, kini mengalihkan jalurnya ke selatan, menjauhi gunung itu. Awan panas Gunung Merapi yang terjadi pada Selasa petang, arah luncurannya ke selatan dan barat daya.
Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) Sri Sultan Hamengku Buwono X langsung memimpin koordinasi penanganan bencana letusan Gunung Merapi di Posko Utama Penanggulangan Bencana Kabupaten Sleman, di Pakem.
Sultan tiba di Posko Utama itu sekitar pukul 21.00 WIB, dan langsung melakukan koordinasi dengan para pejabat di Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Sleman, seperti Bupati Sleman Sri Purnomo, Sekda Sutrisno, dari TNI dan Kepolisian.
Koordinasi ini juga diikuti Tim Pertolongan dan Pencarian (SAR), Palang Merah Indonesia (PMI) serta sejumlah relawan yang saat itu berada di Posko Utama.
Data sementara di Posko Utama menyebutkan korban sebagian besar mengalami luka bakar karena terkena awan panas, dan lainnya sesak napas. Sebagian korban adalah warga Kinahrejo, Kedungsriti, dan Kaliurang Barat.
Mbah Maridjan
Keberadaan juru kunci Gunung Merapi Surakso Hargo atau Mbah Maridjan hingga Selasa pukul 21.30 WIB belum diketahui. "Mbah Maridjan hingga kini belum diketahui keberadaannya. Beberapa orang masih melihat Mbah Maridjan di sekitar rumahnya, beberapa saat sebelum Merapi erupsi," kata Ketua Satkorlak Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Taufiq Wahyudi.
Namun, menurut dia, Mbah Maridjan yang tinggal di Dusun Kinahrejo, Desa Umbulharjo, Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), yang berjarak sekitar enam kilometer dari puncak Merapi itu, belum ditemukan.
Ia mengatakan berdasarkan informasi, Mbah Maridjan tidak termasuk dalam 15 korban yang dirujuk ke rumah sakit. Ke-15 korban itu mengalami luka bakar akibat terkena awan panas Gunung Merapi dan langsung dibawa ke rumah sakit oleh tim penolong. "Mereka dibawa ke Rumah Sakit Panti Nugroho, Pakem dan Rumah Sakit Dr Sardjito, Yogyakarta untuk mendapatkan perawatan," katanya.
Menurut dia, evakuasi terhadap warga terus dilakukan di sejumlah desa kawasan rawan bencana III. Tim gabungan dari SAR, Tanggap Siaga Bencana (Tagana), Tentara Nasional Indonesia (TNI), dan Palang Merah Indonesia (PMI) terus melakukan penyisiran.
"Mereka menyisir sejumlah desa di Kecamatan Cangkringan, Pakem, dan Turi, karena diduga masih ada sejumlah warga yang belum mengungsi, termasuk untuk mengevakuasi kemungkinan ada korban awan panas Merapi," katanya. (antara/dry)

SEJARAH BERDIRINYA DETASEMEN JALA MANGKARA TNI AL

Menelusuri sejarah Detasemen Jala Mangkara (Denjaka), bermula pada 4 Nopember 1982, ketika KSAL membentuk organisasi tugas dengan nama Pasukan Khusus AL (Pasusla). Keberadaan Pasusla didesak oleh kebutuhan akan adanya pasukan khusus TNI AL guna menanggulangi segala bentuk ancaman aspek laut. Seperti terorisme, sabotase, dan ancaman lainnya.

Pada tahap pertama, direkrut 70 personel dari Intai Amfibi (Taifib) dan Pasukan Katak (Paska). Komando dan pengendalian pembinaan di bawah Panglima Armada Barat dengan asistensi Komandan Korps Marinir. KSAL bertindak selaku pengendali operasional. Markas ditetapkan di Mako Armabar.

Melihat perkembangan dan kebutuhan satuan khusus ini, KSAL menyurati Panglima TNI yang isinya berkisar keinginan membentuk Detasemen Jala Mangkara. Panglima ABRI menyetujui dan sejak itu (13-11-1984), Denjaka menjadi satuan Antiteror Aspek Laut. Merunut keputusan KSAL, Denjaka adalah komando pelaksana Kormar yang mempunyai tugas pokok melaksanakan pembinaan kemampuan dan kekuatan dalam rangka melaksanakan operasi antiteror, antisabotase, dan klandesten aspek laut atas perintah Panglima TNI.

Pola rekrutmen Denjaka dimulai sejak pendidikan para dan komando. Selangkah sebelum masuk ke Denjaka, prajurit terpilih mesti sudah berkualifikasi Intai Amfibi. Dalam menjalankan aksinya, satuan khusus ini dapat digerakkan menuju sasaran baik lewat permukaan/bawah laut maupun lewat udara. TNI AL masih memiliki satu pasukan khusus lagi, yaitu Komando Pasukan Katak (Kopaska). Kedua satuan pernah beberapa kali melakukan latihan gabungan dengan US Navy SEAL.